Pages

Jumat, 15 April 2016

In response to Muhammad Rafely's Mannequin Manner

Kayaknya aku baru deh punya temen kayak Fely.

 

Aku tau Elva itu orangnya pingakakeun, tapi Fely mah beda. Elva tuh polos. Tipe orang yang beneran polos sampe segala hal yang dia lakuin tuh jadi bahan ketawaan. Nah kalo Fely mah beda. Aku nggak tau sebenernya dia sengaja membuat guyonan atau apalah-apalah, tapi semua hal yang dia ucapkan dan lakukan itu genrenya jadi humor. Baik Elva maupun Fely, dua-duanya punya otak warteg. Begitu sederhana. Aku dan Putri sudah merundingkan, kalo UPI itu adalah Hogwarts, sudah dipastikan mereka berdua masuk ke Hufflepuff.

 

Pernah Fely bilang gini ke aku, “Adhel kenapa suka Rafely?”

 

Coba kamu bayangin jadi aku. Lagi ngeret-ngeret bangku buat kelas spiking, eh ada yang nanya begitu. Aku Cuma bilang “Aku nggak suka kamu Fely. Jangan GR” sambi keketawaan. Aku ceritain ke Putri dan reaksi dia juga sama.

 

Sumpah deh. Kayak yang akuteh kemarin bilang suka ke Fely, terus Fely kepikiran dan nanya ke aku kenapa aku suka dia. Tapi kenyataannya nggak gitu. Kenyataannya, aku nggak bilang ke Fely kalo aku suka sama dia. Aku dan Fely pun bukan sedang dalam masa PDKT. Aku yang ditanya aja nggak merasa kalo aku suka Rafely haha. Jadi pertanyaan dia itu sangat-sangat bodor haha. Eh tapi aku nggak tau sih pertanyaan dia menjurus kemana. Kalo ‘suka’nya ‘suka’ biasa, iya aku suka Fely. Putri juga suka Fely. Fely itu bodor. Pertanyaannya juga bodor. Tapi aku rasa kebodorannya karena yang nanya itu Fely. Coba kalo yang nanya Mas Al.

 

“Mba Adhel kenapa suka aku?”

 

Bisa-bisa Mas Al aku lempar pake buku sastra yang ada di SAC. Kamu harus tau tebelnya segimana. Mas Al bisa masuk UGD.

 

Atau TM.

 

“Mba Adhel kenapa suka aku?”

“TM sini, deh” sambil nuntun TM ke balkon. Dorong. TM jatuh.

“Kyaaaaaaaaa” teriak TM. Bruk! TM sudah mendarat di tanah.

“Kamu seharusnya menggunakan lidah kamu dengan lebih bijak” kataku lalu pergi.

 

Respon Adhel terhadap cerita pendek karangan Muhammad Rafely yang berjudul ‘Mannequin Manner’

 

Sebagai pembaca, saya sangat menikmati spoof short story yang dibuat oleh saudara Rafely ini. Ceritanya mengalir dan konfliknya terasa sangat renyah. Saya akan mencoba membuat respond essay dengan sudut pandang hubungan cerita dengan pengarangnya.

 

Cerita diawali dengan tokoh yang bernama Wakerstone sedang terlihat berbicara dengan ‘seseorang’. Ternyata ‘seseorang’ tersebut adalah manekin yang tak berambut.

 

Menurut saya, keadaan jiwa Wakerstone mewakili keadaan jiwa pengarangnya. Manekin tak berambut tersebut adalah sebuah simbolisme. Rambut, seperti yang kita tahu, sering disebut sebagai mahkota. Siapa yang biasanya memakai mahkota? Raja? Ratu Pangeran? Princess? Yang penting, salah satu dari mereka. Mahkota menandakan jati diri dan tahta.

 

Tidak adanya mahkota menandakan tidak adanya jati diri dalam diri pengarangnya. Bisa dibuktikan bahwa saudara Rafely kerap kali mengganti nama akun Line-nya. Terakhir saya lihat, namanya jadi Kamen Rider OOO. Lalu berubah lagi jadi Deadpool-apa-nggak-tau-saya-lupa.  Pergantian nama Line tersebut akan senantiasa dinamis. Pergantian nama paling fenomenal adalah ketika dalam grup kelas, tiba-tiba ada orang korea dengan nama Raf El Lee. Annyeonghaseo.

 

Lalu saya menemukan karakterisasi yang lebih mendalam malalui dialog yang dilakukan antara Wakerstone dan ibu-ibu. Di dalam cerita, si ibu hendak mebeli manekin dan melihat Wakerstone yang tertidur, lalu dia meminta maaf karena sudah mengganggu waktu tidur Wakerstone. Lalu Wakerstone memperkenalkan tokonya dengan embel-embel ‘small happy mannequin shop’.

 

Lalu terjadi dialog yang membuat saya dan saudari Putri tidak bisa berhenti tertawa tiap kali kami mengingatnya.

 

“How detail it is.. the nose, the eye, the skin, but . . . What is this? No hair?” she said frantically.

“I have a terrible trauma about hair; it gave me an old pain that always beside Me.” said the man in a low voice.

            “I am sorry to hear that honey, how it happens?” the woman said

“It happened 14 years ago, when my mother was murdered in my bedroom. The murderer cut down her scalp and just goes away” said the man.

“Your mother is fine now, God will protects her in the heaven” said the woman.

“Yes ma`am I hope that so . . . now, do you want to buy my mannequins or just asking about my past?”

 

Prediksi saya, si Wakerstone ini Cuma lulus SD. Karena anak yang lulus S1 akan tau caranya berbicara yang santun pada ibu-ibu maupun bapak-bapak. Saya tidak menghakimi anak lulusan SD itu tidak bisa bersopan-santun. Tapi pada kenyataannya, memang begitu. Dan ternyata, si Wakerstone ini memang lulusan SD. Super sekali ya prediksi saya. Saya nggak tau kenapa dia nggak lanjutin ke SMP aja. Kenapa dia buka toko manekin dan buat ratusan manekin.

 

Manekin itu mahal. Dia punya uang darimana? Dan saya bisa bilang jiwa bisnis Wakerstone amat sangat buruk. Dia membuat banyak sekali manekin dan saya asumsikan, tidak ada atau sedikit yang laku. Karena, kalau laku, manekin yang ada di tokonya tidak akan sebanyak itu. Lalu dia tidak akan tidur-tidur di toko karena pasti dia seharusnya sedang membuat manekin kalau manekinnya benar-benar laku.

 

Jadi Wakerstone sesungguhnya tidak cocok bekerja sebagai pembisnis. Mungkin dia harus mulai bekerja di air.

 

Kalau saya boleh melibatkan diri saya dalam cerita, saya akan memposisikan diri saya sebagai si ibu. Si ibu nanya kenapa manekinnya tidak berambut. Saya akan bertanya kenapa saudara Rafely suka gunta-ganti nama Line. Saya tidak melihat manfaatnya dimana.

 

Kalau alasan Wakerstone membuat toko manekin karena dia kesepian, kenapa dia nggak menikah saja? Dia bisa menikah dan menafkahi keluarganya sebagai pekerja air. Itu lebih efisien menurut saya. Lalu apa gerangan alasan saudara Rafely suka gunta-ganti nama Line? Apakah dia juga kesepian? Itu masih menjadi sebuah tanda tanya di otak saya.

 

Tapi bagaimanapun juga, itu spoof short storynya saudara Rafely. Saya sebagai pembaca hanya bisa berkomentar.

 

Feeling saya kuat sekali bahwa keadaan jiwa Wakerstone mewakili keadaan jiwa pengarangnya. Dalam hal ini, Wakerstone digambarkan sebagai seorang yang sangat naif. Dengan santainya Wakerstone menceritakan masa lalunya kepada si ibu. Saya rasa ini berkaitan dengan pengarang yaitu saudara Rafely yang juga naif. Kerap kali pengarang melontarkan ucapan-ucapan yang saya pikir hanya bisa diucapkan oleh anak SD. Tapi ternyata diucapkan oleh mahasiswa semester 2. Saya jadi teringat dengan saudari Elva. Saya bisa bayangkan akan seperti apa kondisi rumah tangga bila saudara Rafely menikah dengan saudari Elva. Saya bisa bayangkan dengan sangat jelas.

 

Cerita berakhir dengan sangat tragis dan mencekam. Wakerstone yang naif, mempekerjakan seseorang pernama Philip yang ternyata adalah pembunuh ibunya dahulu. Wakerstone dibunuh dengan cara yang sama, yaitu dengan ditusuk dan dipotong kulit kepalanya untuk dijadikan rambut manekin.

 

Saya jadi kepikiran sesuatu. Bagaimana caranya memasang kulit kepala ke kepala manekin? Apakah dijahit? Atau dilem pakai super glue? Bagaimanapun juga, ide cerita ini sangatlah menarik. Ceritanya sangatlah misterius, mencekam dan penuh dengan aura horror. Tapi penulis berhasil mengemasnya dengan sangat apik sehingga pembaca menjadi sangat terhibur dan bisa dinikmati oleh pembaca dari segala umur. Terima kasih.

 

Sekian essay yang saya buat. Semoga saudara Rafely tidak memiliki dendam pribadi terhadap saya setelah membaca pos ini. Jangan ada dendam di antara kita, Fel. Sesungguhnya aku hanya herey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar